Jejak Sejarah PG Lestari, Simbol Nasionalisme Petani Tebu
Petani Tebu Bersatu: Pagelaran Wayang Kulit di Emplasemen Pabrik Gula Lestari Nganjuk Jawa Timur (26/3/2022).
NGANJUK, petebu.or.id-Siang itu, dalam perjalanan dari Bandara Juanda ke Madiun, tempat akan digelarnya acara Giat Petebu, kami rombongan Petebu menyempatkan diri mampir ke kaeasan Pabrik Gula (PG) Lestari yang berada di desa Ngrombot, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Itung-itung menyegarkan kembali kenangan manis, semacam napak tilas perjalanan Petebu.
Asal tahu saja, di lingkungan PG Lestari ini Petebu memulai kegiatan Deklarasi dan Sarasehan Petebu pada Maret 2022 lalu. Kegiatan itu digelar di Emplasemen PG Lestari. Beruntung waktu itu musim giling belum dimulai, jadi tempatnya masih kosong, belum dipenuhi truk-truk yang memuat tebu-tebu petani sebelum masuk pabrik PG Lestasi yang berjarak 100 meter dari dari Emplasemen PG Lestari. Truk pengangkut tebu milik para petani itu datang dari pelbagai arah penjuru, siang dan malam. Mulai dari petani di Kabupaten Jombang bagian barat, Kabupaten Nganjuk, Kediri bagian utara, hingga dari Bojonegoro dan Tuban. Kemudian, tebu juga bisa datang dari Kabupaten Blora, Rembang dan Sragen, ketiganya kabupaten di Jawa Tengah.
Dalam sejarahnya, pendirian PG Lestari diinisiasi oleh Bupati Nganjuk RMAA Sosrohadikusuma yang memerintah tahun 1901-1923. Harapannya, PG itu bisa menyejahterakan rakyatnya. Roda ekonomi berputar teratur. Rakyat pun hidup kecukupan makmur. Oleh karena itu, para petani tebu di sekitarnya pun mendukung pendirian PG Lestari.
Bupati Nganjuk yang punya koneksi luas, mengajak investor diajak menanamkan modal. Karena waktu itu tanah air kita masih dalam penjajahan Belanda, investornya juga dari Belanda, yakni CV Cultuur Maatchappy (CVCM) Panji/Tanjungsari, berkedudukan di Amsterdam, Belanda. Pabrik gula dibangun pada 1909 dan dibuka oleh KGPH Hangabehi, putra mahkota Karaton Surakarta Hadiningrat. Kebetulan KGPH Hangabehi menjabat sebagai Pangarsa Dewan Karaton sejak tahun 1905. Peresmian ini juga dihadiri oleh RMAA Sosrodiningrat IV. Patih Surakarta ini menjabat Perdana Menteri Kerajaan. Kedudukan Patih memang strategis dalam perspektif politis dan bisnis.
Singkat cerita, pasca Indonesia Merdeka Agustus 1945, PG Lestari berada di bawah Kementerian Kemakmuran, Badan Penyelenggara Pabrik Gula Negara (BPPGN). Namun kondisi berubah setelah terjadinya agresi militer Belanda pada tahun 1950 kepemilikan PG beralih kepada Tiedeman On Van Kerchem.
Tetapi pada tahun 1957 PG diambil alih oleh pemerintah RI, dalam hal ini PPN Baru dan digolongkan dalam kesatuan Pra unit Gula A. Setelah PP Nomor 166/1961 tanggal 26 April 1961 mulai berlaku, maka Pabrik Gula Lestari masuk dalam kesatuan II (Karisidenan Kediri) yang berbadan hukum sendiri.
Namun tidak lama kemudian keluar PP Nomor 1 dan 2 tahun 1963 tentang pembentukan B.P.U maka Pabrik Gula Lestari dijadikan perusahaan negara, yang berbadan hukum sendiri.
Selanjutnya, terbit lagi PP 14 tahun 1968 yang mengalihkan kendali PG kepada PNP XXI. Hingga pada tahun 1973 kendali beralih kepada PN Perkebunan XXI dan PN Perkebunan XXII menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan diperkuat adanya PP Nomor 23/1973. Dan kondisi terakhir pada tahun 1966 PG resmi berada di bawah kendali PT. Perkebunan Nusantara X sampai dengan saat ini.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tanggal 14 Februari Tahun 1996 tentang pengalihan bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari PT Perkebunan (eks PTP 19, eks PTP 21-22 dan eks PTP 27) yang kemudian dilebur menjadi PTPN X (Persero). Ini tertuang dalam akte notaris Harun Kamil, SH Nomor 43 tanggal 11 Maret 1996 yang mengalami perubahan kembali sesuai akte notaris Sri Eliana Tjahjoharto SH Nomor 1 tanggal 2 Desember 2011.
Kemudian Menteri BUMN Dahlan Iskan, ketika itu meresmikan holding BUMN perkebunan yang beranggotakan PTPN I,II, IV,V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan XIV dengan PTPN III sebagai induk Holding BUMN Perkebunan pada 2 Oktober 2014.
PG Lestari adalah simbol bagi semangat nasionalis para petani tebu dalam memberikan dukungan pada pendirian PG Lestari. Rakyat di sekitar pabrik yang notabene para petani tebu bergotong-royong, bau membahu menanam tebu untuk menghidupi PG Lestari itu. PG Lestari adalah simbol perjuangan dan semangat petani tebu untuk ikut menggerakkan roda ekonomi.
Semangat itulah yang menjadi alasan Petebu menggelar pertama kali Deklarasi dan Sarasehan di PG Lestari. Harapannya, semangat di PG Lestari bisa memotovasi para petani tebu untuk mengambil peran dalam pemulihan ekonomi melalui budidaya tanaman tebu dengan dukungan pemerintah.
Kebersamaan antara manajemen PG Lestari dan petani tebu menjadi contoh yang baik dalam membangun kemitraan. Hubungan simbiosis mutualisme. Petani butuh PG untuk menggiling tebunya, begitu pula manajemen PG juga butuh pasokan tebu untuk menghidupi pabrik gula.
“Merawat petani dan memuliakan. Barangkali itu adalah jargon tak tertulis yang harus ditanamkan para pengelola industri pabrik gula. Ya karena pabrik gula dan petani tebu itu tidak terpisahkan,” kata Ketua Kelompok Tani Tebu Nganjuk, Mohammad Yasin yang juga peserta Deklarasi Petebu.
Jalinan kemesraan antara petani tebu dengan manajemen PG Lestari terus berlangsung sampai sekarang. Setiap menjelang musim giling atau sesudah musim selalu diadakan acara selamatan dan hiburan seperti pagelaran wayang.
Bersamaan dengan jelang musim tanam tebu pada Maret 2022 lalu, Petebu hadir dan ikut meramaikan acara jelang musim giling dengan menggelar pagelaran wayang semalam suntuk. Para petani yang datang dari Kertosono, Nganjuk, Kediri, Jombang, Madiun, dan Ponorogo bersama jajaran manajemen PG Lestari larut dalam kemeriahaan dan kegembiraan hiburan wayang dan pasar malam tersebut. Mereka menikmati sajian makanan dan jajanan yang disuguhkan keluarga petani tebtu melalui Dapur Rakyat, sebagai simbol kebersamaan petani tebu dan penguasa. Jayalah Petebu..Majulah Petebu.ptb